Bismillahirrahmanirrahiim. Assalamu’alaykum kawan narablog.
Minggu Pertama, Februari 2020
Well, sudah masuk di minggu tema bersama keluarga bahagia #1minggu1cerita. Tema yang terpilih di awal bulan Februari ini adalah “Bekerja”. Nah, apa saja siy yang dapat kita bahas dari kata “BEKERJA” kali ini? InsyaAllah banyak yang dapat kita bagikan dan kita terima dari kata sakral ini. Why? Because of karena bagiku kata “BEKERJA” ini sakral, ada perbedaan makna ketika status ku belum menikah dengan ketika aku sudah menikah. Bagaimana dengan kalian? Yup, ku tunggu komen kalian setelah membaca tulisanku di bawah ini ya 😉

Apa makna kata “BEKERJA” di benak kalian?
Makna bekerja bagiku adalah melakukan sesuatu yang menghasilkan sesuatu, entah itu berupa karya maupun uang. Bekerja selalu identik dengan anggapan bekerja di dunia luar rumah. Dari komunitas yang kuikuti ada 2 pemahaman tentang bekerja terutama buat wanita, yaitu Ibu Bekerja di Ranah Domestik dan Ibu Bekerja di Ranah Publik.
Ibu Bekerja di Ranah Domestik sering disebut oleh kita dengan Ibu Rumah Tangga (IRT). Jadi jangan salah menilai ya, IRT itu juga bekerja. Pekerjaan IRT ini tanpa ada batas waktu yang jelas, bisa istirahat ketika semua anggota keluarga sudah dipastikan istirahat baru IRT akan bisa menikmati istirahatnya. So, begitu mulia kan menjadi IRT? Namun jujur aku belum sanggup, kenapa? Ya ada pertimbangan lain yang akan kita lihat pada tulisan berikutnya.
Yang kedua adalah Ibu Bekerja di Ranah Publik, dimana memiliki sebutan umum yaitu Wanita Karir. Wanita yang memilih pilihan hidupnya bekerja di luar rumah. Ini pun dia pilih pastinya dengan berbagai pertimbangan bukan? Rasanya tidak ada sebuah pilihan yang tidak diikuti pertimbangan di belakangnya.
Keduanya insyaAllah baik selama yang menjalaninya juga baik dengan penuh keikhlasan dan kesabaran. Dimulai dengan niat baik, insyaAllah akan baik dan penuh berkah bukan? 😊
Lalu, apa yang memotivasi kalian untuk memilih “BEKERJA” dalam kehidupan kalian?
Setelah kita mengerti bahwa istilah bekerja bagi seorang wanita itu ada 2 ranah, yaitu ranah domestik dan ranah publik. Kini, kita bicara tentang motivasi apa yang menjadi dasar pilihannya. Kalo aku pribadi, aku bekerja di 2 ranah tersebut yaitu baik sebagai Ibu Bekerja di Ranah Domestik maupun Ibu Bekerja di Ranah Publik. Lalu mengapa kita harus memilih kedua peran tersebut? Yuk, kita coba urai beberapa pertimbangan yang melatar belakanginya.
#1. Tuntutan Pemenuhan Kebutuhan Hidup
Aku sebenarnya bersyukur, ketika memilih berperan di kedua ranah memang karena keinginanku pastinya dengan seijin suamikulah. Namun di luar sana, banyak wanita yang menjalani peran di kedua ranah karena adanya tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup, entah dikarenakan pendapatan suaminya yang belum cukup untuk menghidupi keluarga sehingga memerlukan bantuan istri untuk menambah pendapatan keluarga atau bisa juga karena wanita tersebut seorang single parents yang harus memenuhi kebutuhan hidup keluarganya seorang diri. Terlepas apapun kondisinya, tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup ini bisa jadi menjadi pertimbangan tertinggi (maaf, tidak diikuti adanya survei yang akurat dan hanya mengandalkan intuisi pribadi saja). Ada petuah bijak yang menyampaikan pesan begini:
Pendapatanmu akan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupmu, namun tidak akan pernah cukup untuk memenuhi keinginan dalam hidupmu
(benar tidak kawans?)
#2. Ajang Aktualisasi Diri
Nah, ini adalah pertimbangan berikutnya. Ada wanita yang bekerja di ranah publik karena ingin mengaktualisasikan dirinya di luar berdasarkan kemampuan dan keilmuan yang dia miliki. Maksudnya mengaktualisasikan diri tuh gimana siy? Aktualisasi menurut laman wikipedia disampaikan memiliki arti “keinginan seseorang untuk menggunakan semua kemampuan dirinya untuk mencapai apapun yang mereka mau dan bisa dilakukan”. Apa yang mereka mau dan bisa dilakukan, ini dapat memiliki makna bahwa ketika kita memilih bekerja di ranah publik karena kita memiliki harapan dan itu bisa berupa uang, jabatan, dan jenjang karir. Tinggal apa yang kita inginkan dari tujuan kita memilih bekerja di ranah publik itu. Semua jawaban kembali pada diri masing-masing yang memiliki pertimbangan dalam mengaktualisasikan diri ini.
Lalu, mengapa aku memilih peran ini? Di awal pernikahan dulu, memang aku meminta ijin kepada suami untuk bekerja di luar rumah dan suamiku pun mengijinkan. Alasanku dulu adalah aku sudah menyelesaikan pendidikan di jenjang yang tinggi, aku ingin bisa menggunakan kemampuan ku untuk memiliki penghasilan sendiri. Ya minimal bisa buat pegangan aku ketika membutuhkan untuk memenuhi keinginanku. Jadi tidak merasa bersalah karena membebani pengeluaran suami. 😁
#3. Minat dalam Diri
Ini berbeda dengan aktualisasi diri (menurutku ya). Minat ini lebih ke arah berhubungan dengan bakat. Ada wanita yang memang hobinya berinteraksi dengan orang lain sehingga dia merasa nyaman dan senang apabila beraktivitas di luar rumah. Terkadang sampai memiliki pemikiran “Duh, aku gak betah niy kalo di rumah terus, aku harus keluar rumah biar lebih produktif”. Ya tidak bisa disalahkan, memang sapa tahu dia akan lebih kreatif dan inspiratif apabila beraktivitas di ranah publik. Harapannya bisa membawa energi positif ketika dia harus kembali ke ranah domestik.
Ini juga menjadi pertimbangan besar dalam diriku. Aku lebih senang melakukan aktivitas di luar rumah walaupun tidak suka yang full time juga. Seperti pekerjaan yang sekarang kujalani ini bekerja dari pukul 07.30-16.30 dari Senin-Jumat itu sebenarnya tidak aku sukai (terutama sejak memiliki anak). Namun karena belum menemukan pengganti yang pas di hati, ya masih dijalani dulu kondisi ini dengan tetap melirik sana-sini untuk menemukan yang pas di hati kita maupun keluarga kita.
#4. Memenuhi Keinginan Orang Tua
Ada yang memiliki pertimbangan ini kah selain aku? Aku masih menjadikan ini pertimbangan dalam pilihan hidupku hingga saat ini. Masih teringat ketika calon suamiku akan melamar, permintaan ibuku adalah “Masih mengijinkan Ika bekerja kan?”. Ya, kedua orang tuaku masih menginginkan aku bekerja di ranah publik. Di mata orang tuaku, memiliki anak yang bekerja kantoran itu adalah hal yang sangat membanggakan. Beliau menyekolahkan aku menjadi seorang sarjana karena ingin memiliki anak yang bekerja di kantor.
Sempat mengalami kegalauan ketika ku memiliki anak hingga suami mengutarakan permintaannya agar aku mengundurkan diri dari kantorku. Aku sebenarnya tidak masalah, namun apa yang harus kusampaikan kepada orang tuaku? Akhirnya setelah melalui pemikiran panjang dan diskusi mendalam dengan suami, pilihan bekerja di ranah publik tetap aku lakukan dengan beberapa syarat dari suamiku. Tujuan kami hanya satu yaitu membahagiakan kedua orang tua selama beliau masih ada. Lalu, syarat yang harus kupenuhi apa? Tidak boleh ngoyo dalam bekerja, tidak boleh menomorduakan anak, dan harus bekerja dengan senang.
#5. Memenuhi Panggilan Jiwa sebagai Makhluk Sosial
Hmmm, ini entah pertimbangan yang tepat atau bukan namun sebagai makhluk sosial kita memang perlu bersosialisasi. Nah, bersosialisasi ini dapat dilakukan dengan bekerja ataupun berkomunitas. Ini sesuai dengan keinginan dari masing-masing. Ada yang memilih bekerja itu merupakan bagian dari panggilan jiwa untuk bersosialisasi karena ada ruang dan rincian pekerjaan rutin yang dia kerjakan dan selesaikan. Ada juga yang memilih berkomunitas dan menilai melalui komunitasnya ini, dia sedang menjalankan tujuan bekerja.
Yup, apapun pertimbangan yang kita ambil, pastinya sudah kita pikirkan dengan baik segala konsekuensinya bukan? Semua pilihan pastinya melalui sebuah pemikiran yang matang. Okeh, selama bekerja dan berkarya semoga diberikan kemudahan, kelancaran dan keberkahan dalam pekerjaan dan karya kita. Aamiin.
Alhamdulillah, Wassalamu’alaykum.
#Minggutema #1minggu1cerita #loveofmylive #bekerja
sepakat sih sm poin2 di atas mbak, meski aku blm berumahtangga tp udah mikir kedepannya apa yg akan kulakukan jika nanti udah menikah. salah satunya bekerja, meski nggak di luar rumah tapi kudu banget menghasilkan karya, wlpun pengennya nanti tetap bisa bekerja di luar rumah, hihi
kalau saya mungkin lebih ke memenuhi kebutuhan ya
Walaupun pengen jadi IRT aja, tapi kata guru sekolah saya : rumah tangga itu ibarat rumah, pondasinya adalah laki2 karena ia yang akan jadi kepala rumah tangga dan jangan sekali2 kamu berniat menggantikannya. lalu ada saatnya pondasi itu tidak bisa berdiri sendiri. maka jadilah tiangnya. tidak apa2 bekerja selama tidak keluar dari kodratmu. tujuannya membantu bukan mengganti.
semoga selalu sehat kak
kalau belum menikah semua 5 pointnya memang masuk, meski orang tua tidak menuntut sih tapi kayak ada rasa malu aja udah lulus S2 tapi masih minta dan gak enak aja minta terus. udah pengen sekarang kita yang giliran ngasih ke orang tua, jadi kalau dibilang motivasi utamanya kalau saya pribadi pengen bahagiain orang tua sih. beda lagi mungkin kalau sudah nikah ya, tapi secara pribadi karena aku terbiasa mandiri dalam banyak hal termasuk keuangan, rasanya setelah menikahpun pengen punya penghasilan sendiri entah kerjanya di luar rumah atau dari rumah, let’s see hasil diskusi dengan pasangan kayak apa
aku sudah menjalani kehidupan rumah tangga dengan stay at home dengan sambil ngeblog nih, dan saat ini ingin upgrade diri buat bisa bekerja di ranah publik
Entah IRT maupun wanita karir, essensinya sama-sama bekerja, ya, Mbak. Apapun peran kita, patut kita syukuri dan jalani dengan sepenuh hati. Tak perlu saling melabeli dan membandingkan kehidupan kita dengan milik orang lain. Jika kita memang “tertakdirkan” untuk bekerja di ranah domestik, alhamdulillah. Pun jika kita “ditakdirkan” untuk bekerja di ranah publik, patut untuk disyukuri. Keduanya baik, selama diniatkan untuk kebaikan.
Nice artikel, mbak.
saya sejak nikah malah PakSu itu yang dorong-dorong tuk bekerja lagi, kasihan katanya lihat saya yang biasa kerja terus hanya di rumah aja, fiiuhh padahal di rumah mah juga kerja atuh, hihih.
kalau saya bekerja sih biar ada pegangan (penghasilan) sendiri juga, sama dengan kata Mbak, jadi gak bebanin suami jika saya ada keinginan mau beli apa gitu, hmmm dan lalu alasan no.5 masuk juga, karena dengan bekerja diluar bisa jadi bersosialisasi dan jadi me time juga sih 😀
Tidak mudah menjadi ibu yang memilih bekerja di ranah domestik. Pengalaman saya sebelum akhirnya memilih kembali bekerja di ranah publik, ibu rumah tangga sering dianggap tidak bekerja. Dan itu sangat menyedihkan.
Apapun profesinya, maksudnya mau pilih IRT apa bekerja di luar rumah semua mulia, semua pasti ada alasannya. Tetap Semangat.
Bekerja karena ingin menyenangkan hati orangtua. Baca kalimat ini saya jadi keingat ibu saya yang selalu protes tiap kali saya resign. Mulai disuruh menerima semuanya, memaksa diri sendiri supaya bisa, dan lain-lain.
Pada akhirnya, bukan ibu saya yang menjalani semua itu. Tapi saya.
Lepas dari seberapa besar perjuangan beliau untuk menjadikan saya seperti sekarang. Tetap saja, tiap manusia punya pilihan hidup masing-masing. Toh, nanti saya juga yang dihisab atas pilihan itu, bukan ibu saya.
Jadi curhat nih.
Salah satu motivasi saya buat bekerja juga seperti yang sudah Mbak terangkan di atas karena mengikuti keinginan orang tua eh tapi itu waktu masih lajang sih Mbak setelah menikah saya lebih memilih jadi ibu yang bekerja di ranah domestij aja. 🙂
Kalau aku jujur lebih senang bekerja karena udah dari 2004 aku bekerja. Rasanya sulit untuk berdiam diri saja di rumah. Namun jika dalam rumah tangga itu kesepakatan antar suami dan istri, kalau semua legowo apapun hasilnya akan bisa lebih ikhlas dalam menjalanni.
Quotenya ngena banget mbak, semoga semua yang kita lakukan atau kita pilih menjadi amal ibadah dan ladang pahala bagi kita ssmua