Bismillahirrahmanirrahiim. Assalamu’alaykum kawan-kawan.
Tahun 2019 ini aku memulai hari bekerja dengan melepas kekayaan yang selama 5 tahun ini aku miliki. Apakah kekayaanku itu? Itu adalah sebuah JABATAN. Bagi seorang pegawai atau wanita karir seperti aku ini pastinya sebuah jabatan sangat diincar bagi kelangsungan jenjang karir.
Lalu, mengapa aku dengan ringannya melepaskannya?
Bukan tanpa alasan aku melepaskan jabatan yang sudah aku jalani ini. Berawal dari keinginan untuk resign di akhir tahun 2018, aku sudah menyampaikan pengajuan surat resign ke atasanku per tanggal 01 Oktober 2018 lalu dengan pengajuan mulai resign per tanggal 01 Januari 2019. Pertimbangan resign dikarenakan Pak Suami yang bekerja di Melbourne meminta aku mencari pekerjaan yang tidak fulltime sehingga anak-anak mendapatkan perhatian yang besar dari ku selama Pak Suami jauh dengan keluarga.
Atasan awalnya setuju dikarenakan berpikir bahwa aku akan mengikuti Pak Suami pindah ke Melbourne. Ketika aku sampaikan bahwa aku hanya tidak mau kerja fulltime, surat resign ku dipertimbangkan. Akhirnya ada negosiasi dengan atasan, penawaran yang dia sampaikan adalah aku tidak perlu resign dan ditawarkan meneruskan pendidikan ke jenjang S3, namun mulai tahun 2019 aku tidak akan menjabat kembali. Setelah diskusi dengan Pak Suami, beliau merestui apabila aku ingin melanjutkan ke S3 karena ada pemikiran ke depan, aku bisa menjadi dosen atau trainer sehingga waktu bersama anak-anak jauh lebih banyak dibanding menjadi pegawai kantoran seperti saat ini.
Pertimbangan inilah yang membuat aku dengan ringan melepaskan jabatanku. Aku lebih tertarik meneruskan sekolah dibanding memegang jabatan karena memegang jabatan di kantorku ini bukan hal yang menyenangkan bagi aku tipikal risk avoider ini.
Baca juga: https://novya.id/tinggalkan-segala-keraguan/
Bagaimana rasanya setelah kukembalikan jabatan yang selama ini diamanahkan kepadaku?
Ya bohong lah apabila aku tidak sedih. Namun aku tak mau bergulat dengan sedih ini terlalu lama, ini sudah kuminta dan oleh Allah SWT sudah dikabulkan, lalu mengapa aku bersedih? Jahat kan namanya. Setidaknya aku masih memegang jabatan luar biasa di rumah ku sendiri. (bukan begitu? hehehehe). Kedepan aku hanya berharap, aku bisa bekerja dengan nyaman, tenang dan selalu bahagia.
Jabatan itu adalah amanah dan aku sudah menjalankan amanah tersebut selama 5 tahun. Sudah banyak rasa bahagia, kecewa, sedih dan marah yang mewarnai hari-hari selama menjalankan amanah tersebut. Bagi sebagian orang, jabatan adalah sebuah prestisius, namun bagiku jabatan adalah anugrah, rezeki dan hadiah dari Allah SWT yang bisa saja sewaktu-waktu aku harus kembalikan.
Apakah kinerja ku akan tetap bagus setelah kulepaskan jabatanku?
Harus donk itu. Ketika aku tidak menjabat berarti aku tidak memimpin orang lain, namun aku memimpin diriku sendiri sehingga apa yang aku lakukan pada diriku harus tetap aku pertanggungjawabkan sehingga aku pun tetap harus menunjukan kinerja terbaikku. Ini menjadi persiapan diri sebelum sepenuhnya aku benar-benar melepaskan diri dari status sebagai wanita karir karena Pak Suami sangat menginginkan aku bisa bekerja di rumah dan membersamai anak-anak.
Yang utama adalah tetap bekerja memberikan karya terbaik dengan kemampuan yang kita miliki bagi kantor kita.
Hadits dari Abdullah bin Umar r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Semua kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang imam (amir) pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya. Seorang suami pemimpin dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang isteri pemimpin dan bertanggung jawab atas penggunaan harta suaminya. Seorang pelayan (karyawan) bertanggung jawab atas harta majikannya. Seorang anak bertanggung jawab atas penggunaan harta ayahnya. (HR. Bukhari)
Alhamdulillah done for #ODOP99daysSesi1 #Day2. Wassalamu’alaykum.