Bismillahirrahmanirrahiim
Assalamu’alaykum kawan-kawan
Hmm..hmmm… (1 jam) hahahaha. Okeh, untuk diary hari ini aku akan bercerita tentang kehamilan anak keduaku. Setelah melahirkan Kakak di tahun 2008, dikarenakan kelahirannya melalui proses operasi atau yang biasa disebut dengan Sectio Caesaria (SC) alias operasi caesar. Maka untuk kelahiran berikutnya harus diberi jarak minimal 2 tahun. Aku pun langsung ikut KB IUD. Hampir 3 tahun aku menggunakan IUD yang mempunyai masa berlaku pemakaian selama 5 tahun ini, aku mulai merasakan ketidaknyamanan. Akhirnya aku lepas saja, dengan harapan segera mendapatkan momongan lagi juga. Ketika usia Kakak masuk 3 tahun, Pak Suami ditugaskan ke Melbourne selama 2 tahun sehingga menjadi salah satu cara melakukan KB alami juga. Di Tahun 2012, aku mendaftarkan diri untuk melanjutkan studi di jenjang S2, teman-teman bertanya, gimana nanti kalo pas sekolah kamu hamil?..Aku jawab, ya kita jalani dan syukuri saja. Dan ternyata Allah SWT menguji jawaban ku itu. Ketika masuk di semester 3 di tahun 2013, aku dinyatakan hamil dan wow…perjuangan hebat itu dimulai, dari mulai kerja, kuliah, ngurus Kakak dan hamil Adek. Ketika masa kuliah, aku masih bisa menikmati dan menjalani semua peran itu, namun ketika masuk ke penyusunan Tesis aku pun mulai pusing. Akhirnya tesisku tertunda sampai dengan aku melahirkan Adek di bulan Mei 2014. Yang seharusnya di tahun ini pun aku lulus.
Selama kehamilan Adek, alhamdulillah semuanya sehat. Yang lucu pada kehamilan Adek ini adalah yang penasaran dengan jenis kelamin bayi adalah Dokter, bukan Aku atau Pak Suami. Bisa jadi karena dokter kandungan aku tahu banget kalo aku pengen punya anak laki-laki, dia yang mendampingi aku sejak proses kehamilan anak pertamaku. Jadi dia tahu kalo dulu aku pengen anak laki-laki namun dikasih anak perempuan. Ketika masuk usia kandungan bulan ke 5, dokter kandunganku sibuk USG, aku sempat heran, kenapa tumben dia lama banget melakukan pengamatan di perutku. Ketika dia merasa sudah menemukan apa yang dia cari, dia langsung bahagia dan bilang ke kami…”tenang Nov, laki-laki, niy ada monasnya (sambil dia menunjukan kepadaku gambar hasil USG nya)”. Hahahaha..ternyata dia lebih penasaran dibanding kami. Karena memang Aku dan Pak Suami terima saja dikasih bayi jenis kelamin laki-laki atau perempuan yang penting normal dan sehat.
Kenapa Adek harus di SC juga? Dari awal aku sudah didukung oleh dokter aku untuk bisa melahirkan normal. Namun hingga masuk ke minggu 41, sama sekali tidak ada rasa mulas di perutku. Aku tidak dapat dilakukan tindakan induksi dikarenakan lahiran sebelumnya sudah melalui proses SC, jadi yang sekarang harus mulas alami. Ada kekhawatiran ketika aku merasakan Adek udah siap dilahirkan, yaitu di sore hari, aku tiduran di kamar, aku merasakan perut aku kosong dan denyut Adek tak dapat kurasakan di perut. Aku langsung memberi tahu ibu dan Mbah Bono yang ada di luar kamar, mereka langsung ikutan panik. Aku langsung menghubungi Pak Suami yang masih ada di kantor. Sesampainya Pak Suami, aku langsung berangkat ke RS. Jujur, di kehamilan kedua ku ini, aku sedikit panik dan takut sehingga hal ini menyebabkan tekanan darahku naik hingga 150. Sewaktu dicek urin, negatif. Karena dokter khawatir aku mengalami pre-eklamsia. Akhirnya tindakan segera dilakukan malam itu juga, pukul 20.00 wib aku masuk ruang operasi dan pukul 22.00 aku tersadar dari bius dan dibawa keluar dari ruang operasi (kali ini aku dibius total karena melihat tekanan darahku yang di atas normal). Aku dibawa ke ruang pemulihan dan Pak Suami memberi tahu, bahwa Adek udah PUP di dalam perut untung segera dilakukan tindakan, karena kalau terlewat bayi bisa keracunan. (Alhamdulillah Ya Allah).
Kini, Adek sudah berusia 4,5 tahun dan sudah duduk di bangku TKA. Adek ini sukses aku beri ASI Eksklusif hingga Adek berusia 22 bulan, beda dengan Kakak dulu ASI hanya sampai usia 4 bulan. Selalu sehat dan menjadi anak yang soleh Dek. Doa ibu dan ayah selalu menyertaimu. WE LOVE YOU ADEK. Rabbihabbliminash shalihin..Aamiin.
Alhamdulillah done for ODOP December Challenge 2018
Wassalamu’alaykum
