Bismillahirrahmanirrahiim. Assalamu’alaykum kawan narablog.
Hai, apa kabar kawan semua? Semoga selalu sehat di manapun dan kapan pun berada. Aamiin yaa rabb. Hari ini sudah membaca buku apa? Suka membaca kan? Kata pepatah “Buku adalah Jendela Dunia”. Diharapkan setelah membaca buku, kita dapat bertambah wawasan atau ilmunya. Misal kita ingin ke Eropa, bisa jadi tidak perlu kita pergi ke Eropa langsung. Namun dengan membaca buku tentang Eropa, kita bisa terbawa suasana Eropa beserta budaya dan karakteristiknya. Hayuk, jangan segan untuk memulai menyukai membaca buku.
Kali ini aku mencoba mengikuti tantangan dari Good Reads Indonesia. Harapanku adalah semoga di tahun 2021 ini aku bisa lebih produktif dalam membaca. Tantangan ini dimulai di Bulan Januari 2021 ini. Yuk mariiii…..
Buku adalah Jendela Dunia
“9 Summers 10 Autumns”
Ini adalah buku pertama di tahun 2021. Tema di bulan Januari ini adalah “Buku berlatar sekolah. Di minggu pertama bulan Januari, aku mulai berselancar mencari judul buku yang bercerita tentang sekolah. Ada banyak dan pada akhirnya pilihan ku jatuh pada novel karya Iwan Setyawan yang berjudul “9 Summers 10 Autumns, Dari Kota Apel ke The Big Apple“. Tak kenal maka tak tahu. Aku ulas ya tentang novel best seller ini. Yuk, ikuti langkahku!
#Tentang Novel ini
Sebelum masuk ke dalam cerita, yuk kita mengenal novel ini dari fisik dan informasi umumnya dulu ya.
- Judul: “9 Summers 10 Autumns, Dari Kota Apel ke The Big Apple”
- Pengarang: Iwan Setyawan
- Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama
- Tahun terbit: 2011
- Cetakan: Cetakan keempat, Mei 2011 (Aku dapat buku ini dengan membeli buku bekas)
- Dimensi buku: 20 x 15 cm (ukuran B5)
- Harga buku: Rp. 32.000,- (beli di Toko Berkat via Shopee)
- Rating di Good Reads: 2.873 ratings, 440 reviews
- Jumlah halaman: 221 halaman yang terbagi dalam 36 part
#Sinopsis Cerita dari Novel ini
Nah, sekarang mari kita masuk ke sinopsis dari novel best seller ini. Buku ini menceritakan tentang kisah nyata penulisnya yaitu Iwan Setyawan. Dia lahir di Kota Batu, Malang. Iwan adalah anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga. Dia adalah anak tengah dari lima bersaudara. Bapaknya adalah sopir sedangkan Ibunya adalah ibu rumah tangga yang terkadang berjualan.
Alur cerita dari novel ini adalah mundur. Penulis menceritakan kisahnya dari sejak dia kecil hingga dia berada pada posisinya saat dia menulis. Dimulai dari cerita masa kecilnya. Perjuangan Iwan kecil yang tidak mempunyai kamar tidur sendiri sehingga dibuatkan ranjang bambu oleh Bapaknya di depan TV yang berada di ruang tamu. Tidurnya pun berpindah-pindah dari kamar ke kamar. Hingga dia mempunyai impian ingin memiliki kamar tidur sendiri.
Aku merasa terbawa suasana ketika masuk pada cerita di mana Iwan menceritakan tentang perjuangan Mbak Isa (kakak sulungnya) yang harus mengalah melanjutkan kuliah karena Mbak Inan (kakak keduanya) lulus dalam seleksi mahasiswa dan diterima di Universitas Brawijaya. Kemudian ketika Iwan di tahun berikutnya lulus seleksi mahasiswa melalui jalur PMDK dan diterima di jurusan Statistika, IPB. Betapa perjuangan keluarganya terasa sekali terutama dalam membekali masa depan anak-anak nya dengan pendidikan yang baik. Dari Mbak Inan hingga adek-adeknya semua sekolah di sekolah negeri terbaik di Kota Batu, Malang.
Iwan merantau karena pendidikan
Begitu pun ketika Iwan menceritakan tentang perjuangan kuliahnya di IPB. Aku jadi ikut mengenang masa kuliahku dulu di mana aku juga bukan berasal dari keluarga yang kaya namun tetap menomorsatukan pendidikan. Jadi ingat kata Bapakku “Kamu harus jadi Sarjana”. Kembali ke Iwan. Dia ternyata teman sekelasnya Krisdayanti loh. Ketika dia menulis nama pak Bayu Krishna Mukti, aku langsung mengenal beliau karena aku pernah satu proyek dengan beliau sewaktu di UGM dulu.
Iwan adalah anak yang cerdas, dia lulus cum laude dari IPB dan melanjutkan perjuangan mencari pekerjaan di Jakarta. Akhirnya dia diterima di perusahaan Nielsen Indonesia setelah melalui tahap wawancara. Iwan sempat pindah ke Danareksa setelah 2 tahun bekerja di Nielsen Indonesia. Namun akhirnya rezekinya pun kembali ke Nielsen, dan kali ini bukan Nielsen Indonesia lagi. Dia diterima di Nielsen New York setelah melakukan wawancara via sambungan telepon dengan Rickie Khosla, Senior Manager Data Processing Nielsen di New York.
Dari Kota Batu ke The Big Apple, judul inilah yang mewakili perjalanan hidup Iwan. Perjuangan sekolah Iwan dan perjuangan keluarga Iwan yang sangat mendukung pendidikan anak-anaknya.
#Hikmah
Iwan menuliskan kisahnya seolah-olah sedang bercerita dengan seseorang. Seseorang itu adalah hatinya. Dia orang yang memaknai segalanya dari proses bukan hanya sekadar hasil. Hikmah yang bisa diambil dari cerita iwan ini adalah:
- Pendidikan dapat mengantarkan kita pada keberhasilan hidup kita
- Doa dan restu orang tua serta kehangatan dalam keluarga akan membentuk pribadi kita menjadi pribadi yang bermartabat
Ada satu penggalan kalimat yang ditulis Iwan dalam novelnya ini adalah…
“I can imagine if there’s nothing in my pocket, But I can not imagine if there’s no knowledge in my mind and religion in my heart.”
Halaman 147
Terima kasih sudah memiliki kesempatan membaca kisahmu Mas Iwan, super inspiratif 😊
Alhamdulillah, wassalamu’alaykum.