Bismillahirrahmanirrahiim. Assalamu’alaykum kawan narablog.
Kalau di tulisan sebelumnya, aku sudah membuat tulisan tentang perjalanan kami ke Monas (Monumen Nasional). Kali ini aku ingin menyimpan cerita-cerita yang masih berceceran yang rasanya sayang untuk diabaikan begitu saja.
Baca juga : https://novya.id/monas/
Dari tulisanku sebelumnya dapat dipastikan bahwa kami memang tidak membaca, tidak mencari tahu, tidak bertanya-tanya terlebih dahulu tentang bagaimana mengunjungi Monas. Dapat dibayangkan pada akhirnya kami harus menelan rasa pahit akibat kesombongan kami ini –sedikit lebay–.
Dalam bayangan indah kami bahwa kami tidak perlu jauh-jauh berjalan dari Stasiun Gambir untuk dapat memasuki halaman Monas. Hal ini dikarenakan Stasiun Gambir lokasinya bersebelahan dengan Monas. Namun fakta berkata lain gaes, kami tidak dapat masuk dari pintu terdekat Stasiun Gambir. Kondisi paling parah adalah kami harus berjalan memutar untuk menuju ke pintu masuk Monas. Oh God, bisa dibayangkan kami harus berjalan menyusuri trotoar dibawah suhu lembabnya Kota Jakarta walaupun masih menunjukan pukul 08.00-nan gaes.
Kami tetap semangat –ya, gimana gak semangat, lah wong sudah dekat ama Monas kok gaes–. Setelah menyusuri trotoar yang tercium bau pesing, akhirnya kami masuk ke halaman Monas. Muka sudah kucel, baju sudah basah dengan keringat, dan nafas yang sudah senin-kamis. Hal ini tak menghalangi kami untuk berswafoto dong gaes hehehehe.

Kami pun berkeliling menuju ke pintu masuk menuju Monas dan ternyata lumayan jauh gaes dari pintu masuk parkiran tadi. Okeh…masih semangat kita. Akhirnya setelah melewati 3 sisi bawah Monas, kami menemukan sebuah antrian orang, sejenak kami mendekat dan bertanya.
“Maaf pak, ini antrian untuk masuk ke Monas?”, tanya aku kepada salah seorang pengunjung yang ada di barisan.
“Iya mbak, ikut antri aja, tuh udah panjang loh,” jawab bapak itu
(Aku melihat kedepan)…what, panjang amir antriannya. Aku bertanya ke Pak Suami.
“Yah, mo nerusin ikut antri gak?” tanya aku ke Pak Suami.
“Ya gak papalah, coba aja,” jawab Pak Suami.
1 jam berlalu, namun barisan tak kunjung maju, mau memutuskan keluar di belakang kami sudah banyak pengunjung baru yang menyusul antrian (rasanya kok sayang). 2 jam berlalu, kaki sudah pegal, panas menyengat dari sinar matahari sudah makin menusuk kulit, mau duduk alas jalanan taman terasa panas, pilihan terakhir adalah pingsan –tapi beruntung tidak sampai pingsan–. Yup, kami lupa bawa payung (dan memang tidak terpikirkan untuk membawa payung dan tak terbayangkan bakal menjalani antrian seperti ini.
Hari sudah menjelang dhuhur dan kami mendapatkan informasi bahwa antrian tidak hanya dibawah saja, tapi juga terjadi di bawah cawan Monas (antrian menuju masuk pintu lift menuju puncak). Sesampainya kami di depan batas pembelian Jak-Card, kami ditanya oleh petugas yang jaga.
“Bu, antrian di atas masih padat, paling cepat sekitar 2-3 jam lagi. Apakah masih mau antri beli tiket?”, tanya petugas kepadaku.
Aku tanya ke Pak Suami. Pak Suami jawab “Tanggunglah sudah 3 jam berdiri berpanas-panas ria dan datang jauh-jauh dari Bandung, trus kita gak naik ke puncak Monas”.
Akhirnya kami memutuskan membeli tiket masuk. Ketika memasuki bagian tubuh cawan Monas, disana terasa sejuk dikarenakan ada pendingin udara dan di sekeliling dinding terdapat diorama mini tentang cerita perjuangan. Disini kami membeli minuman dan melepas pegal kaki terlebih dahulu sebelum melanjutkan antrian lagi menuju ke puncak Monas. (Ya Allah, demi apalah ini, sampai berpeluh-peluh begini).
Struktur bangunan Monumen Nasional dapat dilihat pada tulisan Sarif ini
Jujur, aku sudah tidak tertarik melihat diorama yang ada karena rasa lelah berdiri dan berpanas-panas ria. Akhirnya hanya Kakak dan Bulik saja yang berkeliling. Pak Suami juga sudah pegal menggendong Adek selama menunggu antrian.
Setelah dirasa lelah teratasi, kami naik ke lantai yang berada tepat dibawah cawan Monas. Dan apa yang terlihat gaes?….antrian orang lagi (hiks). Demi mu Monas, aku berjuang sampai puncak (bukan hanya sekedar merasakan puncak Monas namun juga menunjukan perjuangan menembus antrian yang panjang dan lama ini –seperti choky-choky–.

Suasana antrian kedua ini lebih bersahabat dikarenakan lebih teduh dan terasa angin sepoi-sepoi. Keteduhan itu berasal dari cawan Monas. Selain itu kami juga bisa antri sambil lesehan sehingga kaki tidak begitu pegal. Disini kami baru mengetahui bahwa kapasitas lift Monas hanya maksimal 10 orang…Oh God, yaelah….pantas saja, antri dari jam 9 pagi, jam 1 siang masih antri dengan manis disini.
Kami semua mengisi kebosanan dalam antrian dengan berbagai aktivitas. Aku ngobrol dengan bulik dan ibu-ibu seperjuangan antri. Pak Suami sibuk dengan HP nya bersama Adek, sedangkan Kakak leyeh-leyeh di sampingku.
Tiba-tiba aku panik ketika Adek minta diantar ke kamar mandi karena dia ingin pup. Aku panik karena tidak membawa diapers cadangan di tas ranselku, semua kusimpan di koper yang kami titipkan di Stasiun Gambir. Ya, Adek baru belajar toilet training. Adek ke kamar mandi diantar Pak Suami dan bisa dipastikan kembali tanpa diapers lagi. Duh…gimana ini kalau dia nanti ngompol? mana gak bawa baju/celana ganti pula (karena berpikirnya sederhana, ke Monas tak akan lama —cleguk–).
Alhamdulillah selama kurang lebih 1,5 jam menunggu naik ke puncak Monas, Adek tidak ingin buang air kecil. Kami pun sukses sampai di puncak Monas gaes (ingin mengibarkan bendera merah putih seperti waktu sukses sampai puncak Gunung Lawu di kala muda dahulu –hehehehe–). Kami menikmati pemandangan Kota Jakarta dari puncak Monas.

Wajah-wajah kami sudah kuyu capek, namun demi swafoto yang apik, kami pun tetap bisa memberikan senyum termanis kami.

Dan di puncak ini kami hanya bertahan tak sampai 20 menit dikarenakan angin yang sangat kencang. Kami memilih segera turun dengan rasa bangga karena sudah berhasil menaklukan puncak Monas. Catat ini ya gaes dalam sejarah cerita Empu Novya (hahahaha).
Kami kembali ke Stasiun Gambir dengan wajah penuh kemenangan dengan mengendarai kendaraan wisata yang ada di halaman Monas (kendaraan ini khusus bagi pengunjung yang baru turun dari puncak Monas). Sebuah penghargaan atas kegemporan kaki-kaki indah kami ini (hehehehe). Dari pintu keluar halaman Monas menuju Stasiun Gambir kami memilih naik Bajaj (sudah tak sanggup jalan bok).

Kalau ditanya “Mau lagi gak antri naik Monas?”, aku akan jawab dengan mantap dan lantang “Tidak, terima kasih.” (hahahaha).
Nah…siapa hayo yang mau antri masuk Monas? Aku sudah loh, kamu mau kapan?
Catatan pelajaran yang aku dapat dari jalan-jalan ke Monas kali ini adalah:
- Survei atau minimal cek di internet dahulu sebelum kita mengunjungi lokasi yang baru
- Persiapan yang baik terutama ketika mengajak anak-anak meliputi minuman, makanan, pakaian ganti, obat-obatan dan mainan untuk hiburan apabila harus antri atau menunggu lama
- Pertimbangkan waktu kunjungan yang lebih baik, apabila lokasi wisata sangat penuh di hari libur, kita bisa memilih di hari biasa atau tidak memilih di liburan panjang
Tunggu cerita kami selanjutnya ya…Don’t Go Anywhere! (hehehehe).
Alhamdulillah, wassalamu’alaykum.
#Day10 #Senin #25.02.19 #SETIP #EstrilookCommunity #KLIPFeb #MenulisuntukDiriSendiri

Aku bacanya antara pengen ketawa tp pengen pukpuk jga. Hehe. Kenapa skrg monas rame sekali ya mbak. Dulu sempat Ke sana dan sepi2 aja tuh
hahahaha…nah, entahlah mbak kenapa jadi rame sekali? aku berpikir juga gak seheboh ini berkunjung ke monas, ternyata owowowow…kapok deh kalo harus antri lagi selama itu
MasyaAllah perjuangannya super ya mba, demi dua puluh menit di puncak monas, harus menerjang antrian berjam jam. Tapi kalau bareng keluarga mah apapun terasa indah ya mba…
iya mbak, karena semua anggota keluarga mendukung jadi tetap semangat walau peluh mengalir deras hehehehe
anak-anak tuh emang suka banget sih sama monas, ponakanku juga suka banget. kalo diajak kesini girangnya minta ampun, yang tadinya susah makan jadi doyan makan untung deket dari rumah wkwkwk. seru ih, jadi kangen sama ponakan skrg udah beda rumah *terus naha jadi curhat, wkwkw. makasih bun sharingnya, semoga sekeluarga sehat selalu ~
gpp mbak, curhat itu baik kok asal tidak salah orang hehehe (semoga aku bukan orang yang salah ya..aamiin) hehehehe. aamiin, makasih mbak
Ikon Indonesia ini kapaaan yah saya bisa berkesempatan ke sana :)))
hayuk mbak, dikau pasti bisa
Aku mau ngakak mba, hihii. Seru ya mbaa, aku baca ceritanya pun jadi kebayang gimana serunya wkwkwk. Bener banget, monas selalu menjadi alternatif pilihan buat berlibur nih.
hehehehe, aku kalo baca sendiri cerita ini dan mengenang perjuangan kami menuju monas suka mikir, kok waktu itu nekad banget ya tapi serunya jadi punya cerita, gak rugi jauh-jauh dari bandung
mbaaaaa… maapkeuunnn, dakuh tertawa ngakak bacanya wakakakakkakakakaka
Tapi beneran deh, sebaiknya kalau mau ke suatu tempat terlebih bareng anak, mending cari tau dulu infonya dengan jelas ya hahaha.
Jadi bayangin aja perjuangannya mba.
Kemaren aja kami ke monas, parkir kendaraan di sisi monas, jalannya ke pinggiran aja masha Allah, ngos2an!
Apalagi jalan dari stasiun dan memutar hahaha
Kami kemaren malah sama sekali ga kuat mendekat ke monasnya, cuman ambil foto dari jauh aja, di pinggir jalan.
Ga kuat lagi jalannya, apalagi mau naik ke atas, ga kuat liat antrian.
bahkan naik kereta2an aja ga kuat antrinya hahaha
hehehehe, qadarullah mbak, kami dipilih untuk menjadi pejuang tangguh menuju monas
Memang kalau mau ke tempat baru tuh kudu cari info dulu biar bisa mengeksplor lebih dalam, ya. Saya juga kadang modal nekat. Hasilnya gak optimal
tah, benar kan mbak hehehehe, begitupun yang aku alami mbak
yeeeeeiyyy….aq ada disitu sebagai saksi hidup, perjuangan di awal tahun 😀
hahahaha
Aku harus nostalgia ulang nih buat k monas, secara dulu kesini waktu masih kecil dan ga sempet k puncaknya. Lengkap banget mba, tengkyuuu
harus mbak, berbaris dalam antrian siapkan perbekalan yang cukup, tissu basah, cemilan, minuman, payung hehehe
Wow … akhirnyaaa kalo saya pasti udah nyerah hehehe padahal lama tinggal di Jakarta ke Monas paling baru 2x itu pun gak nyampe atas hehe
hehehehe…ayo mba, semangat ke monas lagi
Wah, jadi pengen nulis pengalaman saat ke Monas yang belum empat dituangkan lewat tulisan.
hayuk mbak segera dituliskan hehehe
ya ampun mba,, seru banget.. antrinya itu lho.. dulu aku gak sampe kayak getu, jaman baheula th 2009 kayaknya hihi
dulu belum pada tertarik sepertinya mbak ke monas, skrng pada pengen ke monas semua, jadi antri deh
Baca ini jadi keinget pertama kali datang ke Jakarta. Waktu itu naik kereta turun gambir. Turun kereta pas banget dihadapin sama Monas. Itu berasa FTV banget dan pingin teriak, “Oooiii Monas, gue udah sampek sini nih.”
Wkwkwk.. Katrok banget. Untung itu nggak beneran dilakuin. Abis itu ternyata saya jadi mayan sering mampir monas. Entah lewat doang atau masuk sampai pelatarannya. Belum pernah sih masuk dalamnya. Hehehe
hehehehe
Keren mba perjuangannya , Berakhir manis di puncak monas. Makasih mba cerita yang sederhana namun dalam.
keren mb, Cerita yang sedehana namun dalam. Perjuangan yang tidak sia sia.
makasih mbak 🙂
Saya bisa membayangkan mbak, tapi saya harus katakan, perjuangan mbak tidak sia-sia. Karena 3 kali saya ke Monas, saya belum sempat naik ke puncaknya dengan berbagai kendala, & sekarang saya sudah tidak tinggal di Tangsel lagi, huhuhu… ntah kapan ada kesempatan buat ke Monas lagi.
Perjuangan yang tidak sia-sia mbak. Saya 3 kali ke Monas belum beruntung, belum pernah sampai ke puncak karena berbagai kendala. Semoga ada kesempatan ke sana lagi & bisa sampai ke puncaknya.
semangaat mbak hehehehe…coba lagi, mumpung monas belum dipindah hehehehe
Selamatt atas perjuangannya ya mbak Novi.
Klo saya mungkin sudah balik kanan & lebih memilih ke Ancol atau Taman Mini qiqiiiiqii…
hiks, aku dah terjebak dalam antrian dan ada ego gak mau mundur hehehehe
Waab terpukau saya dengan perjuangan mbak beserta keluarga yang rela mengantri sampai berjam-jam gitu demi sampai ke puncak monas. Tapi seru banget ya pengalamannya mbak.
iya mbak, cukup buat cerita yang indah untuk ditulis hehehehe
Dua kali ke monas, belum pernah masuk ke monumennya. Males ngantri hehe
hehehe, aku dah “terjebak” mbak
Wow.. Pengalaman yg penuh kesan banget ya mbak … Namun jadi pelajaran berharga buat selamanya. Thanks sharingnya mbak
sama-sama mbak 🙂
Seru ya mb piknik bareng kluarga meski ada sdegan capek2 muter dan ngantri. Ya bs jd pngalamn termasuk srmua persiapan krn bareng anak2. Jadi logistik kudu diperhatikn. Hehe..tp berakhir seneng juga yaaa
iya mbak 🙂
Wah seru ya.. Saya sm paksu sudah kemonas, tp anak2 belum pernh wkt itu mau ksana ssh dsana malah, tpi tutup monasnya Hihhihihi g jadi deh
Anda belum beruntung berarti mbak hehehe
Mba sabar banget deh antriannya dulu aku tau antri panjang gitu gak jadi mba tak tinggal pulang hahahaha
hahahaha…tanggung mbak