Bismillahirrahmanirrahiim. Assalamu’alaykum kawan narablog.
Sub materi hari kedua ini tentang “Pendidikan Fitrah Seksualitas Sejak Dini”. Kalo kita membaca secara saksama dapat dilihat pesan kuat di dalam kalimat tersebut yaitu sebagai pesan bahwa pendidikan seks itu bukan hal yang tabu untuk dikenalkan kepada anak-anak kita. Kenapa? karena di dalam diri mereka sudah terlahir memiliki fitrah seksualitas. Peran orang tua dan pendidikan dapat membingkainya menjadi sebuah kurikulum yang asyik untuk dibicarakan dengan anak-anak kita.
Aku ingat sewaktu kecil, hal ini tidak pernah dilakukan oleh kedua orang tuaku. Bertanya hal yang berkaitan dengan jenis kelamin saja, sudah kena tegur “hush, ora elok (hush, tidak sopan”. Pada akhirnya justru ini yang memancing kita menjadi penasaran “kenapa ya kok dilarang?”. Ya karena dulu pendidikan dan pergaulan kedua orang tuaku tak tinggi dan tak luas, selain itu di masyarakat sekitar rumahku juga masih menganggap bahasan ini aneh.
Kelompok yang mendapatkan tugas presentasi pada hari kedua ini adalah kelompok 2 dengan anggota kelompok teh Iqmah, Teh Desry, Teh Dinna, Teh Hasnah dan Teh Veterina.
**********************************************
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah’
(Qs. Ar-rum: 30)
#Pendidikan Fitrah Seksualitas dimulai sejak bayi
Pendidikan fitrah seksualitas ini adalah tentang bagaimana seseorang berpikir, merasa dan bersikap sesuai fitrahnya sebagai lelaki sejati atau sebagai perempuan sejati. Selain itu, menumbuhkan fitrah ini membutuhkan kehadiran/kedekatan dengan ayah dan ibu.
#Tahapan Pendekatan Mendidik Fitrah Seksualitas berdasarkan usia
0-2 tahun (proses menyusui)
Anak lelaki dan perempuan didekatkan pada ibunya karena interaksi menyusui. Menyusui bukan hanya sekadar memberi ASI namun memberikan perhatian penuh kepada anak sehingga tidak boleh diselingi dengan kegiatan lain seperti bermain HP.
3-6 tahun (Ayah dan Ibu hadir)
Kedekatan paralel anak kepada ayah dan ibunya akan membuat anak dapat membedakan sosok laki-laki dan perempuan sehingga mereka secara alamiah paham menempatkan dirinya secara seksualitas baik dari cara bicara, cara berpakaian maupun cara merasa, berpikir dan bertindak sebagai seorang laki-laki atau perempuan. Ego sentris mereka harus bertemu dengan identitas fitrah seksualitasnya sehingga anak usia 3 tahun dengan jelas mengatakan “saya perempuan” atau “saya laki-laki”.
7-10 tahun (pendekatan sesuai dengan gender)
Pada usia ini masa ego sentris mulai berubah ke sosio sentris sehingga perlu didekatkan sesuai gendernya. Anak laki-laki dengan Ayahnya sedangkan anak perempuan dengan Ibunya. Di usia ini sudah mulai diberikan tanggung jawab moral seperti pendidikan sholat. Ayah mengajarkan pentingnya sholat berjamaah dan memahami peran kelakiannya. Ibu mengajarkan peran keperempuannya dan peran keibuan seperti peran merawat dan melayani serta pembelajaran terkait makna konsekuensi adanya rahim dan telur yang siap dibuahi bagi anak perempuan.
10-14 tahun (tahap kritikal)
Usia dimana puncak fitrah seksualitas dimulai serius menuju peran kedewasaan dan pernikahan. Tahap peran reproduksi mulai dimunculkan Allah SWT secara alamiah, yaitu anak perempuan mulai memasuki masa menstruasi sedangkan anak laki-laki mengalami mimpi basah. Hal ini menimbulkan adanya syahwat untuk mulai tertarik dengan lawan jenis. Anak laki-laki dan perempuan mulai dipisah kamar. Untuk anak laki-laki didekatkan dengan ibunya agar memiliki empati dan memahami perasaan, pikiran dan sikap perempuan sehingga ketika dewasa tidak menjadi lelaki yang kasar dan egois. Anak perempuan didekatkan dengan ayahnya agar memiliki rasa bagaimana memahami, memperhatikan dan memperlakukan laki-laki dengan tepat sehingga kelak ketika dewasa berpeluang besar menyerahkan dirinya kepada sosok laki-laki yang dinilai dapat menggantikan sosok ayahnya.
15 tahun ke atas (persiapan memasuki remaja)
Pada masa ini anak sudah paham dan mampu memikul kewajibannya menaati syariat dan sudah mampu menjadi ayah atau ibu. Usia ini adalah usia baligh dimana anak sebenarnya sudah matang untuk memegang peran sebagai orang tua.
#Apa akibat jika cedera fitrah seksualitasnya?
- Laki-laki sulit menjadi pemimpin dan mengambil keputusan
- Perempuan sulit menaati suami bahkan tidak mampu menjalani amanah pengasuhan lebih jauh lagi
- Laki-laki ingin menjadi perempuan maupun sebaliknya. Yang dapat berujung pada mengubah kecenderungan menjadi pada sesama jenis
Disinilah letak pentingnya kehadiran dan kedekatan sosok ayah dan ibu dalam proses pertumbuhan anak agar anak dapat tumbuh sesuai dengan fitrah seksualitasnya.
#Bagaimana dengan kalimat “Ego sentris harus bertemu dengan fitrah seksualitasnya?”
Egosentris adalah kemampuan seorang anak untuk memahami pikirannya namun belum mampu untuk memahami pikiran orang lain. Dia selalu menganggap semua orang sama dan harus sama dengan dia. Pada kondisi ini pendampingan orang tua sangat penting sehingga egosentris dapat diselaraskan dengan fitrah seksualitasnya. Dalam menyelaraskan antara egosentris dan fitrah seksualitas ini dapat dilakukan dengan membacakan/menceritakan keteladanan Rasulullah SAW dan para sahabatnya bagi anak laki-laki dan kesalihan Khajidah bagi anak perempuan.
#Bagaimana ketika salah satu dari orang tua tidak bisa hadir di kehidupan anak dikarenakan banyak faktor seperti ayah/ibu meninggal (yatim/piatu/yatim-piatu), LDM, perceraian, dan faktor lainnya?
Figur dan keberadaan orang tua sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Ketidakseimbangan figur ini dapat memberikan dampak tidak sehat bagi masa depan anak misalnya mengalami gangguan kejiwaan, merasa terasing, kehilangan kelekatan perasaan, depresi dan masalah sosial serta seksualitas (naaudzubillahhimindzalik).
Apabila kedua orang tua LDM, maka sebisa mungkin tetap hadir walo hanya melalui video call, membuat jadwal interaksi rutin (kalo ayahnya duo fajar junior adalah video call dan pulang ke Bandung rutin 2 bulan sekali trus ngajak kami jalan atau liburan). Untuk anak yatim piatu diharapkan ada wali yang dapat memberikan pengasuhan yang baik dan bertanggung jawab dalam mendidik. Ketika tidak ada wali, maka peran masyarakat/negara sangat diperlukan untuk mendidik dan menjaga generasinya.
“Semua anak adalah baik. Karena Allah telah menginstal di dalam dirinya fitrah yang lurus”
(Kelompok 2)
**********************************************
Hasil ngobrol dan diskusi dengan duo fajar junior semalam
Semalam kami bertiga ngobrol dan diskusi tentang aurat dan sedikit mengulas kembali tentang pemahaman gender. Aku sengaja mencari artikel terkait aurat di internet untuk menjadi bahan diskusi namun sayangnya Adek sedang kurang bersemangat. Kakak sudah memahami batasan-batasan aurat untuk laki-laki dan perempuan itu seperti apa. Laki-laki dari pinggang ke atas dan lutut ke bawah yang boleh terlihat sedangkan perempuan hanya telapak tangan dan muka saja. “Kita sudah seperti itu belum Kak?”, tanyaku. “Kami pun berdua menggeleng”. Ya, kami masih suka lupa tak memakai kaos kaki kalo keluar rumah dan masih belum memakai manset tangan. Semoga kedepan bisa lebih baik lagi.
Aku memancing perhatian Adek dengan menunjukan video yang aku dapat dari WAG Bunda Sayang tapi sepertinya dia tetap bergeming. Dia memilih menonton kereta api di youtube karena jumat malam sampai dengan hari minggu adalah kebebasan dia menonton kereta favoritnya di youtube. Padahal sebelumnya dia sering menanyakan “Aurat itu apa siy bu?”. Okeh entar kita buka lagi ya Dek kalo dirimu sudah antusias lagi. Kami juga mendiskusikan tentang bagian tubuh mana yang boleh disentuh dan tidak boleh disentuh, kemudian oleh siapa saja yang boleh menyentuhnya.

Alhamdulillah, Wassalamu’alaykum.
#Gamelevel11 #Tantangan10hari #LearningbyTeaching #Gender #KuliahBunsayIIP #InstitutIbuProfesional #Day2
sumber: presentasi kelompok 2 kelas Bunda Sayang IIP Bandung