Bismillahirrahmanirrahiim. Assalamu’alaykum kawan narablog.
Hai, pa kabar? lama banget ya gak bertemu ma tulisanku. Ya iyalah, dah berapa pekan ya aku gak nulis sama sekali. Loh kenapa? Gak ada ide ya? Bukan karena gak ada ide siy sebenarnya, tapi lagi senang beralih ke aktivitas baru yaitu membaca novel (hehehe). Hmmm, malam ini “terpaksa” menulis karena ada signal bahaya yang dikirimkan oleh admin salah satu komunitas yang aku ikuti yaitu “satu minggu satu cerita” yang selalu menantang untuk diikuti. Aku gak mau kena drop out (DO) dari komunitas ini untuk ke-empat kalinya. Walo kalo kena DO pun masih bisa daftar lagi tanpa harus membayar biaya semesteran plus gak ada larangan “kalo pernah DO, gak boleh daftar lagi” (eh, ini mah peraturan di kampus sekaligus tempatku menjemput rezeki yang punya lambang Gajah Duduk itu).
“Mumpung Pandemi”
Kenapa siy tetiba aku pengen nulis tentang “Mumpung Pandemi” ini? Ya ceritanya hari Kamis, 1 Muharram 1442 H kemarin, kami mengikuti kajian parenting dari SMP Boarding School Daarut Tauhid di mana anak sulungku menimba ilmu saat ini. Bunda Evi (narasumber parenting) menyampaikan tentang “Bagaimana kita bisa menerima kondisi saat ini, di masa pandemi ini, di masa PJJ atau BDR ini berlangsung agar lebih legowo?”. Pada tahu gak apa itu PJJ atau BDR? PJJ adalah kependekan dari Pembelajaran Jarak Jauh sedangkan BDR adalah kependekan dari Belajar Dari Rumah.
Bunda Evi menyebutkan mulailah dengan memiliki mindset “Mumpung Pandemi”. Sejak pertengahan bulan Maret 2020, di mana itu menjadi hari pertama PJJ dan BDR kedua anakku dilakukan hingga saat ini. Begitupun dengan pekerjaanku dan suami yang kami lakukan di rumah. Pada hari biasa, kami hanya memiliki waktu berkumpul berempat hanya di hari Senin-Jumat pada malam hari (dari pukul 18.00-20.00 karena setelah masing-masing tidur) dan di hari Sabtu-Minggu saja. Kini, sudah 5 bulan sudah kami beraktivitas bersama berempat setiap hari. Kami bekerja dari rumah dan mendampingi anak-anak belajar dari rumah.
Di awal bulan pertama, memang sempat ada rasa jenuh karena biasa beraktivitas di luar, kini kami seharian penuh harus di rumah. Akhirnya aku pun menyadari “apakah ini artinya doa ku sedikit terkabul?”. Aku selalu berharap masih tetap bekerja namun juga tetap bisa membersamai anak dan aku pun merasa lelah kerja penuh waktu. Dan, akhirnya semua keinginanku itu terpenuhi di masa pandemi Covid-19 saat ini. Aku bisa bekerja dari rumah dan tetap bisa membersamai anak-anak.
“Mumpung Pandemi” itu memang kata yang tepat saat ini. Ya mumpung pandemi, kita jadi memiliki kebersamaan dengan keluarga. Mumpung pandemi kita jadi bisa bekerja dari rumah sehingga tidak seharian kerja di kantor. Tidak ada yang sia-sia dari sebuah takdir bukan? Semua akan menjadi indah apabila kita mau membaca hikmah dan pesan dari semua hal yang kita alami dalam hidup kita.
Gak semua orang bisa menerima kondisi ini dengan baik, aku pun di awal juga sempat uring-uringan. Namun semakin ke sini justru aku semakin menikmatinya. Kami yang sejak 1,5 tahun ini berjauhan dengan ayahnya anak-anakku. Kini kami bisa terus bersama setiap hari. Anak-anak bahagia ada ayah di dekat mereka, aku pun bahagia bisa berbagi apa saja dengan suamiku. Mumpung pandemi, kami menikmati dan menjalani kondisi ini dengan penuh rasa syukur. Berat, ringan, senang, sedih apabila diterima, disyukuri dan dijalani dengan syukur, pastinya akan terasa lebih ringan dan selalu menyenangkan. Pandemi berakhir dan kondisi dinyatakan aman, kami pastinya akan memulai aktivitas seperti dulu kembali. Dan itu pastinya nanti akan menghadirkan rasa rindu yang baru bukan?
“Nikmatilah waktu dan hari mu bersama keluarga dengan baik di masa pandemi ini, kelak kamu akan merindukan di suatu waktu nanti”
(novya, 2020)
Alhamdulillah, Wassalamu’alaykum.
Wah bener banget Mba, apapun keadaannya kalau kita bersyukur pasti akan lebih ringan menjalaninya, ah iya harus di save di hati ini, gunakan kata “mumpung pandemi” … keren Mba tulisannya 🙂
Jadi ambil positif nya juga ya kak, biar nggak melulu ngeluh ini itu 😀
iyes mbak hehehe