Bismillahirrahmanirrahiim. Assalamu’alaykum kawan narablog.
Alhamdulillah dah masuk semester 3. Okay lah, 1 tahap kualifikasi kedua sudah dilalui dengan selamat di mana aku dan kawan-kawan sudah lulus ujian proposal penelitian. Apakah di semester 3 ini lebih ringan? Tentu saja tidak Fernando. Justru ini adalah gerbang berat selanjutnya untuk menuju puncak. Walau berat, kami harus tetap melaluinya bukan? Ya masak akan memutuskan untuk mundur alon-alon. Bisa-bisa orang-orang yang sebelumnya memandang sebelah mata atas rencanaku untuk melanjutkan pendidikan di jenjang S3 akan bertepuk tangan semakin meriah dong. No, aku harus terus berjuang sampai titik darah penghabisan.

Menangis di Pojok Kamar
Di semester awal, semangatku sempat goyah. Hal ini dikarenakan aku tidak menyusun rencana yang bagus ketika akan melanjutkan jenjang pendidikan ini. Ceritanya ada disini. Semester 1 yang ku jalani dengan penuh kegelisahan pada akhirnya bisa memberikan akhir cerita semester 1 yang cukup menenangkan hati. Aku bisa lulus ujian persiapan. Ceritanya pun ada disini. Ada satu hal yang masih mengganjal di hatiku adalah pertanyaan dari salah satu dosen penguji “mengapa memilih lokasi di perguruan tinggi? Apa bedanya dengan konstruksi gedung di lokasi lain?”. Sangat jauh sekali perbedaannya dengan masa S2 dulu. Belum lagi aku merasa sangat tidak percaya diri ketika masuk ke jenjang ini karena aku bukan dari akademisi. Tapi tidak ada salahnya kan praktisi melanjutkan S3? Nah, disini lah aku harus berani melawan rasa tidak percaya diriku ini. Walau sering menangis di pojok kamar, namun sedikit demi sedikit terus bergerak walau hanya berhasil menyusun satu atau dua kalimat.

Berpelukan dengan kawan seangkatan
Satu hal yang selalu dipegang selama S3 ini adalah menjalin hubungan yang baik. Hubungan baik dengan siapa? Dengan siapapun, baik dengan promotor, dosen pembimbing 2, kawan seangkatan, kakak angkatan, adek angkatan, tata usaha maupun pihak eksternal. Penelitian itu basisnya adalah data. Bagaimana kita bisa melaksanakan penelitian apabila tidak ada data atau informasi yang kita miliki? Pengumpulan data dan informasi harus menggunakan cara atau teknik yang tepat. Penetapan teknik yang tepat ini perlu arahan dari promotor atau dosen pembimbing 2. Contoh-contoh proposal atau penulisan kita dapat dari kakak angkatan. Administrasi harus dibantu oleh tata usaha. Data dan informasi kita kumpulkan dari pihak eksternal.
Bayangkan apabila hubungan kita dengan mereka semua buruk? Apakah dapat berhasil penelitian kita? Mungkin saja bisa, kan kuasa pada takdir. Namun kita manusia harus tetap berusaha bukan? Salah satu penyemangat yang kumiliki di semester 1 dan 2 adalah kebersamaan bersama kawan seangkatan. Kami masuk bersama dan berjuang bersama. Topik boleh berbeda-beda namun tahapan yang dilalui tetap sama. Melawan rasa ego diri untuk berjuang bersama menuju pintu gerbang akhir.

Pusing
Pandemic Covid-19 hadir ketika kami sedang mempersiapkan diri untuk ujian proposal. Rasanya ini justru menjadi waktu terbaik bagiku. Kenapa? Karena di saat kami semua “dirumah-kan”, Pak Suami juga terkena lockdown dari benua seberang sehingga harus bekerja dari rumah juga. Momen ini menjadi luar biasa bagiku. Aku bisa mempersiapkan diri menghadapi ujian proposal dengan lebih baik. Ceritanya ada disini. Aku harus tetap berjuang melawan rasa manja karena ada Pak Suami di rumah dan melawan rasa mudah jenuh karena harus membaca puluhan jurnal internasional. Untuk dapat lulus, kami harus mengambil minimal 80 buah referensi baik dari buku maupun dari jurnal. Kepala rasanya sudah penuh dengan bahasa-bahasa dan terasa pusing serta mual apabila melihat barisan huruf yang berjejer (hampir setiap hari membaca buku dan jurnal). Hiks, pening dan cenut-cenut pun menghiasi kepala bulat ku ini. Alhamdulillah semester 2 berakhir dengan indah.

Ingin Pingsan
Baiklah, ujian persiapan dan ujian proposal sudah lewat. Libur semester dong pastinya. Ya mau anak SD maupun anak kuliah tetap saja yang namanya libur itu dibuat santai dan main bukan. Sambil menunggu nilai akhir keluar, kami juga masih menunggu kabar hasil ujian persiapan dari 2 orang kawan kami. Ada kalanya keberuntungan mahasiswa itu terletak salah satunya pada karakter promotor. Promotor ada yang baik dan santai, namun ada juga yang tegas dan sulit. Kedua kawan kami ini beruntung dapat yang “sulit”. Kok sulit dibilang beruntung sih? Kan semua kejadian yang kita alami itu nikmat, jadi kita tetap harus bersyukur.
Dan ketika mendapat kabar bahwa kedua kawanku ini harus gagal dalam ujian persiapan, aku langsung lemes ingin pingsan. Rasa ketidak-percaya diriku muncul kembali. Ya Allah, apakah aku bisa menyelesaikan S3 ku ini? Bukan tanpa alasan aku mau pingsan, karena kedua kawanku ini dari S1 mereka sudah belajar Arsitektur, sedangkan aku baru di S3 ini mengambil jurusan ini. Kedua kawan ini kini harus meninggalkan jurusan Arsitektur. Pada jenjang S3 di ITB, ujian persiapan diberi kesempatan selama 2 semester, apabila lebih dari 2 semester maka dinyatakan tidak lulus. Ini artinya mahasiswa DO atau harus mengundurkan diri. Untuk ujian proposal diberi kesempatan 1 tahun perpanjangan apabila ujian yang pertama gagal. Aku harus tetap maju dengan segala usaha melawan rasa ketidak-percaya diri ku yang muncul kembali.

Harus Tetap Semangat
Selama satu bulan, aku merenung dan menyusun perbaikan rencana untuk studi yang ku jalani ini. Pengalaman kegagalan kedua orang kawan itu selalu menjadi rambu bagi ku untuk mengingatkan diri ini akan kemalasan dalam membaca baik buku maupun jurnal. Ilmu baru belum tentu sulit apabila kita mau mempelajari ilmu tersebut bukan? Rasanya selain doa dan usaha, satu lagi yang tidak boleh hilang dari diri ini adalah semangat. Tak apalah lambat namun tetap semangat. Rumput tetangga biasanya selalu lebih hijau, namun kita nikmati saja rumput halaman kita sendiri aja. Kendala yang selalu hadir ketika menulis adalah kebiasaan suka menunda dan malas dalam membaca. Tanpa membaca buku atau jurnal, kita tidak memiliki bahan untuk menulis penelitian. Nah, ini dia yang harus dilawan, yaitu melawan rasa malas dan melawan kebiasaan ingin menunda.

Sabar
Dari tadi kok banyak disuruh melawan terus sih. Lah memang demikian adanya. Kita dalam studi harus selalu bisa melawan rasa malas, rasa keinginan menunda, rasa ketidak-percaya diri, rasa malu, rasa ego. Selain itu kita juga harus tetap semangat dan sabar. Kenapa harus sabar? Ya iya lah, sebaik-baik penolong adalah sholat dan sabar (bagi kami orang muslim ya). Jadi harus sabar juga menghadapi dosen pembimbing yang mungkin banyak mau nya, selama kita bisa punya alibi ya kita ajak untuk diskusi saja. Kita juga harus sabar menghadapi tata usaha yang lama menerbitkan surat, harus sabar dengan responden yang mungkin lama mengisi kuesioner yang sudah kita bagi. Selalu semangat ya 😉. Semester 3 merupakan tahap pengumpulan data dan perjuangan di semester ini pun tak lebih mudah dari semester sebelumnya kawan.
Tidak boleh mengeluh bukan? Mari tetap semangat hingga gerbang kelulusan. Semoga tidak lebih dari 3.5 tahun. Aamiin yaa rabb.
Wassalamu’alaykum.
kereeennn mbaa. aku mau mulai s3 aja ini maju mundurr. pusing sama topiikkk.. milih topik aja bingung antara A B C. huhuhuhuhuhu
semangat mbak hehehe