Masuk ke parkiran Rumah Sakit pas menjelang adzan Maghrib, trus bingung, bagaimana ini menuju ke gedung RS nya? Ada petugas parkir yang jaga. “maaf pak, kalo mau ke IGD, lewat mana ya?” tanyaku. Petugas parkir menjawab, “karena pintu sana sudah ditutup, ibu harus jalan keluar dl, tuh bu, keliatan tulisan IGD nya (sambil telunjuknya menunjuk ke arah tulisan IGD). Baiklah, kami harus jalan memutar menuju ke IGD. Sesampainya di IGD, yang pertama kali kami cari adalah bagian informasi, karena ini pertama kalinya kami ke RS ini. Tertera jelas di sebuah ruangan kecil dekat pintu masuk “INFORMASI”. Ketika sudah sampai di depan ruangan itu, ada seorang bapak yang berjaga. “Maaf pak, apakah bisa rontgen tulang malam ini?” tanyaku. Bapak yang berseragam RS itu menjawab,”bisa bu, mau jenis rontgen apa? kontrak atau non kontrak (terdengar di telingaku)”. Aku sedikit bingung…rontgen kok ada istilah “kontrak”. Aku tanya lagi,” maaf maksudnya kontrak dan non kontrak apa ya pak?”. Bapak itu menjelaskan,”bukan kontrak bu, tapi kontras”. Oh..maafkan kebudegan telinga kami ini. Kemudian aku lanjut bertanya,”biayanya brp ya pak? kalo kontras ataupun non kontras?”. Dia lanjut nanya lagi,”ibu pakai BPJS atau umum?”. kalo mendengar pertanyaan ini, kami langsung jawab “Umum pak”. Feeling kami, kalo kami jawab pakai BPJS, bisa diputar-putar lagi kami padahal kami pengen cepat penanganannya. Si bapak mulai nada suaranya diturunkan dengan raut muka mulai aneh. Kami ikuti saja gerak-geriknya. Kemudian menjawab,”Kalo kontras biayanya Rp. 1,2 juta, kalo non kontrak biayanya Rp. 700 ribu”. Aku mulai menangkap keanehan…gila mahal amat, rontgen apaan tuh. Aku perjelas lagi,”ini buat rontgen pergelangan tangan anak sy pak (sambil kutunjukan pergelangan lengan anakku yang kecil mungil)”. Dia mulai bicara lagi,”ini mo rontgen aja atau ada konsultasi ke dokter bu? Kalo adek sy malam ini yg jaga bisa murah bu, sekitar Rp. 400 ribu, lewat belakang. Sayangnya adek sy gak jaga malam ini”. Aku pandang-pandangan ama suami. Maksudnya aneh banget niy orang. Oknum gak jelas. Untung kami yg diajak ngomong, masih bisa mikir, gimana kalo orang-orang yang mudah banget ketipu. Akhirnya aku bilang, “jadi alurnya kami harus kemana pak?”. Dia jawab,”ibu masuk aja ketemu dokter, trus daftar,”. Aku langsung jawab,”OK, makasih pak”. Masih gak habis pikir…ada benar-benar oknum yang seperti itu, memanfaatkan orang yang sedang sakit.
Selanjutnya kami menuju loket pendaftaran. setelah kami memencet bel di jendeka loket, keluarlah petugas dari ruang dalam. Petugasnya sama sekali gak ramah. Aku tanya,”Kami mau melakukan rontgen untuk pergelangan tangan anak sy, bisa melakukan pendaftaran?”. Petugasnya bertanya,”BPJS atau Umum”. Langsung kami jawab,”Pribadi”. kemudian dia mengarahkan untuk ke dokter dl di dalam. Kami masuk ke ruang dalam. Suasana di dalam sangat “meriah”. ada anak kecil nangis, ada bapak-bapak yang menahan sakit, ada anak remaja demam, ada banyak perawat praktek, ada beberapa dokter jaga masih muda dan cantik-cantik. Ok, setelah melalui suasana depan yang aneh tadi, kami berpikir positif untuk bagian dalam. Kami menuju ke meja perawat. Kami ditanya,”ada apa bu?”. “saya mau melakukan rontgen untuk pergelangan tangan anak sy,” jawab sy. “kenapa bu?”, lanjut mereka. “Jatuh dari sepeda”, lanjut aku lagi. “Kapan kejadiannya?”, tanya mereka lagi.”Kamis sore”, lanjut aku lagi. Trus petugas administrasinya nanya ke seorang bapak-bapak yang mukanya juga gak ramah. Si bapak itu jawab,”nanti aja itu”. Aku mulai pasang muka gak suka. Maksudnya apa? “nanti aja”. Petugasnya melanjutkan,”nanti aja ya bu”. Dibilang “nanti aja” tanpa penjelasan apapun. Aku semakin gak suka dan memasang muka tegas…sekali lagi…tegas ya…bukan marah. Ada seorang perawat laki-laki yang memperhatikan aku, karena aku tidak bergeming dari depan meja, tetap diam menunggu penjelasan yang masuk akalĀ bagi kepala ku. Kemudian perawat laki-laki tadi berbisik pada salah satu dokter yg ada dan menunjuk ke aku. Dokter muda itu kemudian bertanya dan aku jelaskan lagi. Dia langsung menyuruh putriku duduk di tempat tidur untuk diobservasi. Ya Allah..kenapa aku harus pasang muka tegas dl baru kami diperlakukan baik? ini kan RS pemerintah, seharusnya memberikan layanan yang baik buat masyarakat. Pengen rasanya keluar lagi kalau gak mikir anak kami menahan rasa sakit. Karena dah kepalang masuk, kami bertahan dl.
Setelah diobservasi, dokter muda tadi bilang,”bu, khawatirnya ada apa-apa, kalo setelah di rontgen ternyata harus ada perawatan, ibu akan melanjutkan perawatan”. Duh pertanyaannya, tapi ya aku jawab,”iya Dok, demi kesehatan anak sy”. “Baik. Pak, silakan melakukan pendaftaran, ibu disini saja menemani adik”, kata dia. Suami melakukan pendaftaran untuk rontgen, anak ku didatangi 3 orang perawat praktek, yg mengukur suhu tubuh. Pertanyaan standar dan kurang serius (menurut aku), mungkin karena aku masih baper dengan peristiwa tadi. Mereka bertiga malah meributkan alat pemeriksaan suhu tubuh, dilakukan di dahi atau telinga (duh, makin baper aku dengarnya). Mungkin mereka melihat muka aku dan suami aku yang akhirnya kami pasang sedikit tegas, akhirnya anakku dilayani sedikit lebih cepat. Yang paling menyebalkan, ketika suami sudah mendapatkan kuitansi pendaftaran, biaya rontgen tertulis di kuitansi sebesar Rp. 200 ribu. Haloooooo….maksudnya apa tadi yang Rp. 1,2 juta dan Rp. 700 ribu kemudian berubah menjadi Rp, 400 ribu kalo lewat belakang. Aku dan suami hanya bisa geleng-geleng kepala.
Ketika kami berjalan menuju ruang Rontgen diantar oleh petugasnya. Aku sempat berpapasan dengan si bapak yang tidak ramah di meja administrasi yang bilang “nanti saja”, tersenyum sinis ke petugas rontgen sambil bilang,”ya gimana? masa ditolak”. Ya Allah makin meradang aku dengan pelayanan yang ada. Ingin rasanya segera keluar dari ruangan itu dan pindah RS. Setelah selesai dilakukan rontgen dan keluar hasilnya, aku berdoa…apapun hasilnya, aku tidak akan melakukan perawatan disini dan suami juga setuju. Hasilnya ada fraktur rambut dan tidak perlu digips, boleh pulang namun tidak boleh banyak bergerak sehingga diberi sling penahan tangan. Alhamdulillah. Total biaya yang kami keluarkan malam itu adalah Rp. 455 ribu (ampyun deh buat Bapak yang di loket informasi tadi…oknum yang sangat parah).
===========================================================================
Dari kejadian yang kami alami tadi, kami sangat sedih. Beginikah potret layanan kesehatan yang ada (walaupun mungkin gak semua RS di Indonesia yang seperti ini), namun ini kan RS pemerintah yang seharusnya melayani masyarakat dengan baik dan sama. Kami harus menghapus jauh pandangan kami tentang ruang IGD/UGD seperti dalam film ER atau Grey Anatomys. Melihat perawat dan dokter yang ganteng dan cantik serta sigap dalam melayani pasien yang datang tanpa bertanya dulu..”BPJS atau Pribadi”. Menurut kami, layanan prima atau Service Excellent wajib ditingkatkan bagi pelayanan publik. Kasihan masyarakat kurang mampu yang bersandar hanya pada kartu BPJS, harus antri untuk mendapatkan ruang perawatan dan pelayanan padahal ini adalah program resmi dari pemerintah.
Catatan kecil minggu ini, 31 Maret 2018.